11 Tembang Macapat

11 Tembang Macapat

Tembang Macapat

Tembang Macapat adalah sebuah bentuk puisi tradisional Jawa yang sangat menarik untuk dipelajari. Dalam setiap baitnya, terdiri dari beberapa baris kalimat yang disebut sebagai gatra. Setiap gatra memiliki sejumlah suku kata (guru wilangan) yang tetap dan berakhir dengan bunyi sajak akhir yang disebut sebagai guru lagu. Selain dikenal di Jawa, tembang Macapat juga memiliki variasi di Bali, Sasak, Madura, dan Sunda. Bahkan, Macapat juga ditemukan di daerah Palembang dan Banjarmasin.
11 Tembang Macapat

Arti Jarwa Dhasak dari 11 Tembang Macapat

Jarwa Dhasak atau “Dhosok” dalam bahasa Sanskerta atau Hanacara sesudah diberikan Pasangan, sehingga hukum bacannya menjadi Hidup. Sesuai dengan yang diketahui pada waktu dahulu di Indonesia, masih ada Pelajaran Muatan Lokal yang mempelajari Aksara Jawa Tunggal serta Sandangan atau Pasangannya. Berikut ini adalah terkait Jarwa Dhasak dari 11 Tembang Macapat yang harus diketahui:

Pocung”Pok’E Gelung an Kafan / Akhir Hayat berselimut Kain Kafan”

Tembang Macapat Jarwa Dhasak
Maskumambang “Jabang Bayi / Janin”
Mijil “Wijil / Keluar”
Sinom “Isih Enom / Masih Muda”
Kinanthi “Kanthi / Tuntunan, Bimbingan”
Asmarandhana “Tresna lan Geni / Cinta dan Api”
Gambuh “Gandrung Jumbuh / Fokus dan Tumbuh””
Dhandhanggula “Pangajeng-ajeng, Gendhis, Manis / Harapan, Gula, Manis”
Durma “Mundure Tata Krama / Kurangnya Tata Krama atau Etika – Adhab”
Pangkur “Mungkur / Undur Diri”
Megatruh “Megat atau Mutus, Ruh dari Raga = Meninggal”

Tabel Tembang Macapat

Tabel macapat adalah bentuk tata letak metrum dalam sebuah tabel yang mempermudah membedakan antara guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu dari tembang-tembang tradisional Jawa. Dengan adanya tabel ini, para pelajar dan penggemar kesenian Jawa dapat dengan mudah mempelajari dan memahami susunan tembang yang kompleks dan bervariasi. Tabel macapat memungkinkan kita untuk lebih terorganisir dan terstruktur dalam mempelajari kekayaan budaya nenek moyang kita, serta menghargai dan melestarikannya untuk generasi yang akan datang.
Metrum Gatra I II III IV V VI VII VIII IX X
Tembang Cilik utawi Sekar alit
Dhandhanggula 10 10i 10a 7u 9i 7a 6u 8a 12i 7a
Maskumambang 4 12i 6a 8i 8a
Sinom 9 8a 8i 8a 8i 7i 8u 7a 8i 12a
Kinanthi 6 8u 8i 8a 8i 8a 8i
Asmarandana 7 8i 8i 8a 7a 8u 8a
Durma 7 12a 7i 6a 7a 8i 5a 7i
Pangkur 7 8a 11i 8u 7a 12u 8a 8i
Mijil 6 10i 6o 10é 10i 6i 6u
Pocung 4 12u 6a 8i 12a
Tembang Tengahan utawi Sekar Madya
Jurudhemung 7 8a 8u 8u 8a 8u 8a 8u
Wirangrong 6 8i 8o 10u 6i 7a 8a
Balabak 6 12a 12a 12u
Gambuh 5 7u 10u 12i 8u 8o
Megatruh 5 12u 8i 8u 8i 8o
Tembang gedhé utawi Sekar ageng
Girisa 8 8a 8a 8a 8a 8a 8a 8a

Sejarah Tembang Macapat

Sebagai salah satu kekayaan budaya Nusantara, sastra Jawa kuno memiliki banyak ragam dan jenis, salah satunya adalah tembang macapat. Sastra yang dipenuhi dengan filosofi kehidupan ini, tidak hanya berisi kata-kata yang indah, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal yang kaya.
Sejarah tembang macapat sendiri mencakup masa lalu yang sangat panjang. Menurut Sastrosupadmo (1974:15), tembang macapat telah ada sejak zaman Majapahit. Meskipun demikian, pandangan ini masih diperdebatkan oleh sebagian kalangan, mengingat bahwa pada masa itu, kidung-lah yang lebih populer. Akan tetapi, bukan tidak mungkin jika tembang macapat telah ada sejak sekitar 1500 SM, pada saat masyarakat Jawa masih memegang paham animisme dan dinamisme. Bahkan ada yang berpendapat bahwa tembang macapat merupakan kelanjutan dari bentuk kidung, sehingga pada akhirnya muncul sastra suluk bermetrum macapat (Jumiran, 1996:15).
Menurut Poerbatjaraka (Widayati, 1993:1), munculnya kidung bersamaan dengan tembang macapat. Sementara itu, Poerbatjaraka (Suharjendra, 1996:1) menyatakan bahwa tembang macapat muncul sejak zaman kerajaan Demak, kemudian berkembang ke Pajang, Mataram, Surakarta, dan Yogyakarta. Bahkan, R. Ng Ranggawarsita adalah pujangga terakhir yang menggunakan tembang macapat.
Salam (1960:2) menyatakan bahwa tembang macapat asmaradana dan pucung diciptakan oleh Sunan Giri, sedangkan sinom dan kinanthi adalah ciptaan Sunan Muria. Hasyim (1974:34-35) menambahkan mijil diciptakan oleh Sunan Kudus, dhandhanggula oleh Sunan Kalijaga, durma oleh Sunan Bonang, maskumambang oleh Sunan Kudus, pangkur oleh Sunan Drajat, dan gambuh serta megatruh tidak dijelaskan. Namun, menurut Poedjasoebroto (1978:194-207), pocung dan mijil merupakan ciptaan Sunan Gunung Jati, sedangkan megatruh, gambuh, dan kinanthi adalah ciptaan Sunan Giri. Persamaannya terletak pada asmaradana, durma, dan dhandhanggula.
Perbedaan pandangan ini membawa perhatian para cendekiawan Jawa untuk mengambil kesimpulan sementara bahwa tembang macapat diciptakan oleh para wali yang sangat peduli dengan seni Jawa. Dari sini, sembilan wali kemudian terus memperkenalkan seni tembang macapat seiring dengan penyebaran agama Islam.
Kesimpulannya, tembang macapat adalah sebuah kekayaan sastra Jawa kuno yang tidak boleh dilupakan. Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai asal usulnya, tetapi sastra ini terus dipelajari dan dikembangkan oleh para cendekiawan dan seniman hingga saat ini. Tembang macapat juga menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan kebudayaan Jawa pada generasi muda, sekaligus memperkuat identitas bangsa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melestarikan dan mempromosikan tembang macapat sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang bernilai tinggi.

Estimologi Tembang Macapat

Tembang Macapat memiliki etimologi yang sangat menarik untuk dijelaskan. Biasanya, orang mengartikan macapat sebagai membaca empat-empat suku kata. Namun, penafsiran ini tidaklah satu-satunya yang ada. Seorang pakar sastra Jawa, Arps, menjelaskan bahwa ada beberapa arti lain dari macapat dalam bukunya Tembang in two traditions. Selain itu, ada pula arti lainnya yang merujuk pada jumlah tanda diakritis dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan macapat.
Menurut Serat Mardawalagu, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-lagu yang artinya “melagukan nada keempat”. Konon, macapat merupakan jenis tembang cilik yang diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali. Namun, ada juga jenis tembang lainnya seperti maca-sa-lagu, maca-ro-lagu, dan maca-tri-lagu. Tembang ini memiliki ciri khas masing-masing yang unik dan diciptakan oleh tokoh-tokoh yang berbeda.
Dengan mempelajari etimologi macapat, kita dapat lebih mengapresiasi nilai dan keindahan dari tembang ini. Kita dapat mengerti bagaimana macapat memiliki makna yang dalam dan mampu menyampaikan pesan dengan indah. Oleh karena itu, mari kita lestarikan dan kembangkan tembang macapat agar dapat terus dinikmati oleh generasi masa depan.

Karya Sastra Klasik Tembang Macapat

Karya-karya sastra klasik Jawa dari masa Mataram Baru pada umumnya dihasilkan dengan menggunakan media macapat. Tulisan dalam bentuk prosa atau gancaran pada umumnya tidak dianggap sebagai karya sastra, melainkan hanya sebatas daftar isi. Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat termasuk Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha.
Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tembang cilik, tembang tengahan, dan tembang gedhé. Macapat digolongkan sebagai tembang cilik dan tembang tengahan. Sedangkan tembang gedhé terutama berdasarkan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, namun dalam penggunaannya pada masa Mataram Baru, tidak diterapkan perbedaan antara suku kata panjang atau pendek. Di sisi lain, tembang tengahan juga bisa merujuk kepada kidung, puisi tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan.
Melalui karya-karya sastra klasik Jawa, kita dapat mengenal lebih dekat dengan kearifan dan keindahan budaya Jawa. Tembang Macapat dengan berbagai variasinya menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki warisan budaya yang sangat kaya dan eksotis. Mari kita jaga dan lestarikan warisan budaya ini agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Bila dibandingkan dengan kakawin, aturan-aturan dalam macapat berbeda dan lebih mudah diterapkan dalam bahasa Jawa karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan pada bahasa Sanskerta. Dalam macapat, perbedaan antara suku kata panjang dan pendek diabaikan, sehingga membuatnya lebih mudah dipelajari dan dipahami.
Berikut ini, kita akan memperkenalkan 11 jenis tembang macapat yang ada. Perlu ditekankan bahwa urutan tembang macapat dari Mijil hingga Pocung menggambarkan perjalanan kehidupan manusia dari lahir hingga kematian. Sebuah perjalanan hidup yang memang penuh warna dan makna, dan kini bisa dipelajari dengan lebih mudah melalui tembang-tembang macapat yang ada.

1. Tembang Macapat Maskumambang

Kehadiran si jabang bayi dalam kehidupan sebuah keluarga membawa kebahagiaan yang tak terkira. Setiap hari, orangtua dengan sukacita menyaksikan si jabang bayi yang lucu dan menggemaskan. Senyumnya membuat hati bergembira dan takjub memandang kehidupan baru yang menantang. Sang bapa melantunkan tembang pertanda hati senang dan jiwanya terang, menggambarkan betapa bahagianya hati yang penuh harapan.
Namun, di balik kebahagiaan itu, orangtua juga merasa waspada dan khawatir. Mereka tak ingin si ponang menangis dan demam hingga kejang atau bahkan meninggal dunia. Si ponang, bagaikan emas segantang, menjadi tumpuan dan harapan kedua orangtuanya untuk mengukir masa depan.
Tembang Maskumambang, dengan sifat ngeres dan nelangsa, menjadi gambaran dari kehidupan yang tak selalu mudah. Namun, dengan laras pelog pathet barang dan titilaras serta cakepan yang pas, tembang macapat Maskumambang menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Dapat di-download atau dinikmati melalui link berikut ini, tembang ini memberikan harapan dan semangat untuk terus berjuang dalam hidup.
Kehadiran si jabang bayi juga mengajarkan kita untuk menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, nusa, dan bangsa di masa depan. Semoga kehadiran si jabang bayi dan tembang macapat Maskumambang selalu menjadi inspirasi dan motivasi dalam mengarungi hidup yang penuh dengan cobaan dan rintangan.

2. Tembang Macapat Mijil

Tembang Macapat Mijil, sebuah kata yang bermakna lahir, merupakan hasil dari olah jiwa dan raga seorang ayah dan ibu yang menyatukan cinta dan harapan untuk menghasilkan si jabang bayi. Dalam sembilan bulan penuh keajaiban, sang bayi tumbuh dan berkembang di dalam rahim sang ibu dengan izin dan kehendak Hyang Widhi yang maha kuasa. Walaupun pertama kali menginjakkan kakinya di bumi ini terdapat tangisan keras yang menyertainya, namun itu semua merupakan bukti bahwa kehidupan sejati sudah dimulai.
Dalam kehidupan ini, setiap insan mempunyai peran dan tugas masing-masing untuk menjalankan kehendak Tuhan. Begitu juga dengan si jabang bayi yang harus menepati titah Gusti untuk lahir ke bumi. Namun, dengan tangisan pertamanya yang polos dan tulus, sang bayi telah mengenal bahasa universal pertama kali, suatu keajaiban yang tak tergambarkan. Seperti getaran mantra tanpa tulisan, tangisan itu mengandung kekuatan alamiah yang membawa harapan dan kegembiraan bagi orang tua yang selama sembilan bulan merawat sang ibu dan bayi dengan penuh prihatin.
Dalam Tembang Mijil, lagu tradisional yang menggambarkan momen kelahiran, terdapat sifat-sifat prihatin, ngemurasa, dan lega. Melalui laras pelog pathet barang dengan titilaras dan cakepan yang unik, Tembang Mijil menjadi sebuah karya seni yang dapat di-download atau dinikmati oleh siapa saja yang menghargai keindahan dan makna dari momen kelahiran yang penuh keajaiban dan harapan. Marilah kita selalu bersyukur atas karunia Tuhan Yang Maha Pemberi Rahmat, atas lahirnya si jabang bayi yang menjadi idaman hati orang tua.

3. Tembang Macapat Sinom

Tembang Sekar Macapat Sinom menjadi salah satu pilihan yang tepat dalam meningkatkan kecerdasan emosional pada remaja. Remaja merupakan fase dimana seseorang mengalami perubahan fisik dan psikologis yang signifikan. Orang tua dan keluarga sering kali merasa gelisah dan cemas, mengingat pergaulan remaja yang belum matang dan masih mudah terpengaruh.

A. Makna Tembang Sekar Macapat Sinom

  • Sinom bermakna enom atau muda, seperti remaja yang masih belajar hidup dan sering kali salah dalam menentukan arah dan langkah. Tembang Sinom menggambarkan betapa dasar manusia yang masih enom atau muda, sehingga hidupnya sering kali salah kaprah.
  • Tembang Macapat Sinom dengan laras pelog pathet 6, menggambarkan sifat grapyak, yaitu kecerdasan emosional yang dibutuhkan oleh remaja. Kecerdaan emosional ini sangat penting dalam membantu remaja dalam mengenali dan mengatur emosinya.

B. Manfaat Tembang Macapat Sinom untuk Remaja

Tembang Sekar Macapat Sinom dapat membantu remaja untuk meningkatkan kecerdasan emosionalnya. Beberapa manfaat dari tembang ini antara lain:
  • Remaja dapat mempelajari cara mengenali dan mengatur emosinya melalui lirik dari tembang Sekar Macapat Sinom. Hal ini dapat membantu mereka dalam menghadapi tekanan dan stres dalam kehidupan sehari-hari.
  • Tembang Sekar Macapat Sinom juga dapat membantu remaja dalam meningkatkan rasa empatinya terhadap orang lain. Mereka dapat mempelajari nilai-nilai kebersamaan, persahabatan, dan toleransi dari lirik tembang ini.

4. Tembang Macapat Kinanthi

Si kecil yang lahir dengan merah merekah telah berkembang menjadi anugerah dan berkah bagi orang tua. Mereka selalu memandang anaknya dengan penuh kasih sayang dan menjadikannya sebagai tumpuan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Orang tua selalu membimbing dan mendampingi anaknya agar dapat tumbuh menjadi manusia sejati yang selalu mencintai bumi pertiwi.
<a href="https://www.pshterate.com/"><img src="Tembang Sekar Macapat Kinanthi.jpeg" alt="11 Tembang Macapat"></a>
Anak merupakan jembatan yang dapat menyambung dan mempererat cinta kasih suami istri. Mereka adalah anugerah Ilahi yang harus dijaga dengan sepenuh hati siang dan malam. Kita harus mengarahkan dan membimbing mereka dengan penuh kasih sayang, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi manusia yang penuh dengan cinta kasih, kebaikan, dan kebahagiaan.
Tembang Kinanthi membawa sifat-sifat yang indah, seperti cinta kasih, kasih sayang, dan kebahagiaan. Laras slendro pathet manyura dengan titilaras dan cakepan dapat di-download atau dinikmati pada link berikut ini:

5. Tembang Macapat Asmarandana

Sekar Tembang Macapat Asmarandana adalah sebuah tembang dalam bahasa Jawa yang menggambarkan tentang asmara dahana atau api asmara yang membakar jiwa dan raga. Tembang ini juga menyiratkan bahwa kehidupan seseorang di dunia ini digerakkan oleh motivasi harapan dan asa asmara.
<a href="https://www.pshterate.com/"><img src="Tembang Sekar Macapat Asmarandana.jpeg" alt="11 Tembang Macapat"></a>
Asmarandana membuat seseorang merasa seolah-olah dunia ini miliknya saja. Ia membayangkan dirinya sebagai sang pujangga atau pangeran muda yang penuh dengan semangat hidup. Ia berpikir bahwa apa pun yang diimpikannya pasti akan terlaksana, tanpa memperdulikan akibat yang akan terjadi. Gema asmara dalam hatinya membuat hidup terasa semakin hidup, tetapi ia harus hati-hati agar tidak terlena. Jika terlena, ia akan menderita akibat dari pergaulan bebas dan tanggung jawab yang salah. Sebaliknya, jika ia mampu mengendalikan api asmara dalam hatinya, maka ia akan hidup mulia dan mencapai cita-citanya.
Bimbingan dari orang tua sangat penting agar anak tidak salah memilih idola dalam hidupnya. Karena sebentar lagi, ia akan memasuki gerbang kehidupan baru yang mungkin akan banyak mengharu biru. Oleh karena itu, sebaiknya ia meniru tindakan sabar dan bijaksana dari sang guru, yang senantiasa membimbing dengan penuh kasih sayang dan tak pernah menggerutu. Jangan hanya berpangku tangan, tetapi manfaatkanlah waktu dengan bijak agar cita-cita dapat tercapai. Tembang Macapat Asmarandana adalah saat-saat yang sangat penting dalam hidup seseorang. Di saat itulah, seseorang harus menentukan apakah ia akan menjadi orang bermutu atau justru gagal menata kehidupannya.
Tembang Asmarandana memiliki sifat kesengsem atau jatuh cinta. Tembang ini dilantunkan dengan laras slendro barang miring dengan titilaras dan cakepan. Jika Anda ingin mendengarkan atau mengunduh tembang ini, silakan klik link berikut ini: Sekar Macapat Asmarandana.
Dalam hidup, terkadang kita perlu membiarkan api asmara membakar semangat hidup kita, namun kita juga harus bijak dan tidak terlena olehnya. Kita harus memilih idola dan memanfaatkan waktu dengan bijak agar cita-cita kita tercapai. Marilah kita belajar dari tembang Macapat Asmarandana untuk mengendalikan api asmara dalam hati kita dan menjadikannya sebagai sumber semangat dalam hidup.

6. Tembang Macapat Gambuh

Tembang Macapat Gambuh adalah salah satu tembang macapat yang sarat akan makna kehidupan. Dalam tembang ini, terdapat sifat-sifat seperti semanak, lucu, dan guyon yang memberikan keceriaan dalam menghadapi kehidupan. Namun, di balik keceriaan tersebut, terdapat pesan moral yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Sikap angkuh serta acuh tak acuh yang seringkali dipertontonkan oleh sebagian orang dalam kehidupan sehari-hari adalah seperti gambuh atau gampang nambuh. Orang tersebut seolah-olah sudah menjadi orang yang teguh, ampuh, dan keluarganya tak akan runtuh. Namun, dalam kenyataannya belum pandai tapi sudah berlagak pintar. Mereka hanya ingin diakui dan dianggap bak pejuang, padahal hatinya tak lapang.
Kita harus memahami bahwa menjadi pahlawan bukanlah orang yang berani mati, melainkan orang yang berani hidup menjadi manusia sejati. Sulitnya mencari jati diri di mana-mana terus berlari tanpa henti. Namun, kita harus belajar dengan teliti dan hati-hati agar ditemukan diri yang sejati sebelum raga yang dibangga-banggakan itu menjadi mati.
Salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan adalah memiliki mawas diri yang baik. Kita harus pandai melihat mana yang salah dan benar. Ilmu yang didapat seharusnya digunakan untuk kebaikan dan kebenaran, bukan untuk menunjukkan kekuatan atau untuk membuktikan diri kepada orang lain. Kita harus mengukur diri dengan bijak dan tidak menjadi orang yang mudah gumunan dan kagetan.
Tembang Macapat Gambuh memberikan pesan bahwa kita harus berusaha untuk menjadi manusia sejati dengan teliti dan hati-hati. Jangan hanya berpura-pura teguh dan ampuh, melainkan belajarlah dengan tekun dan jangan mudah terlena dengan sedikit keberhasilan yang telah dicapai. Jadilah manusia yang mawas diri dan berusaha untuk menjalani dan menghayati ilmu yang telah didapat. Sehingga kita dapat mencapai cita-cita kita dan hidup dalam kehidupan yang bermutu.

7. Tembang Macapat Dhandhanggula

Tembang Macapat Dhandhanggula adalah salah satu tembang dalam macapat yang menggambarkan masa remaja hingga dewasa. Pada masa ini, remaja mulai merasakan perubahan besar dalam hidupnya, dan segala lamunan berubah ingin berkelana. Namun, dalam kenyataannya, banyak remaja yang masih belum matang dan mudah terperdaya oleh nafsu angkara.
<a href="https://www.pshterate.com/"><img src="Tembang Sekar Macapat Dhandhanggula.jpeg" alt="11 Tembang Macapat"></a>
Anak baru dewasa sering kali merasa bahwa yang manis adalah gemerlap dunia dan menuruti nafsu angkaranya. Mereka ingin mencoba hal-hal baru dan melamun dalam keindahan dunia fana. Namun, dalam hal ini, mereka tidak sadar bahwa jiwa dan raga mereka menjadi tersiksa.
Bahkan jika agama, budaya, dan orang tua melarang, anak dewasa tetap ingin mencoba. Mereka tidak mau mengikuti kareping rahsa dan selalu nguja hawa. Mereka merasa rugi bila tak mengecap manisnya dunia. Mereka tidak peduli jika orang tua terluka, yang penting hati senang gembira.
Namun, sikap ini sering kali membuat diri sendiri, orang tua, dan keluarga celaka. Cita-citanya setinggi langit, sebentar-sebentar meminta uang, dan tidak mau hidup irit. Jika tersinggung, mereka langsung sengit. Mereka enggan berusaha, yang penting apa-apa harus tersedia.
Jiwanya masih muda, mudah sekali tergoda api asmara. Anak dewasa yang belum dewasa sering membuat orang tua ngelus dada. Bagaimanapun juga, mereka adalah buah hati yang dicintai. Oleh karena itu, perlu hati-hati dalam membimbing mereka yang belum mampu membuka panca indera, salah-salah justru bisa celaka semuanya.
Dalam Tembang Macapat Dhandhanggula, terdapat sifat “luwes” dan “ngresepake”. Sifat luwes menggambarkan bahwa anak baru dewasa mudah terbawa suasana dan sulit untuk menahan diri. Sifat ngresepake menggambarkan bahwa anak baru dewasa sering kali mengabaikan nasehat dan tidak mau diperintah.
Oleh karena itu, perlu adanya pembimbingan yang tepat dalam menghadapi masa transisi dari remaja menjadi dewasa. Orang tua dan keluarga perlu memberikan contoh yang baik dan memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang baik. Dengan demikian, remaja dapat mengatasi ancaman nafsu angkara dan menjadi pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab.

8. Tembang Macapat Durma

Durma, atau dalam bahasa Jawa disebut munduring tata krama, merupakan salah satu tema yang sering dibahas dalam cerita wayang kulit. Tokoh-tokoh jahat seperti Dursasana, Durmagati, dan Duryudana sering kali dihadirkan dalam cerita tersebut. Bahkan, dalam terminologi Jawa, kata “dur” atau “dura” digunakan untuk menyatakan sesuatu yang negatif atau buruk, seperti duratmoko, duroko, dursila, dan lain sebagainya.
Tembang Macapat Durma diciptakan sebagai pengingat akan sifat-sifat buruk manusia. Kita sering kali terbawa emosi dan ingin selalu menang sendiri tanpa memperhatikan perasaan orang lain. Kita lebih memilih untuk mengikuti hawa nafsu kita sendiri daripada memperhatikan kepentingan orang lain. Meskipun tindakan kita merugikan orang lain, kita tak lagi peduli. Nasehat dari orang tua pun sering kali diabaikan. Kita selalu merasa iri hati dan sering kali mencelakai orang lain.
Tembang Durma mengandung sifat galak dan nesu, yang menunjukkan betapa buruknya sifat manusia ketika tidak terkontrol. Namun, hal ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam bertindak. Kita harus selalu mengontrol emosi kita dan memperhatikan perasaan orang lain. Dengan begitu, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak menyakiti orang lain.

9. Tembang Macapat Pangkur

Tembang Macapat Pangkur merupakan salah satu karya sastra tradisional yang sangat populer di Indonesia. Tembang ini memiliki makna dan pesan moral yang sangat dalam yang dapat menginspirasi kita untuk selalu memperbaiki diri dan menghindari penyesalan di masa depan. Dalam tembang ini, terdapat pelajaran yang berharga tentang kebijaksanaan, kesadaran diri, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.

A. Makna Tembang Macapat Pangkur

Tembang Macapat Pangkur menggambarkan kisah seorang manusia yang merenungkan hidupnya di masa tua. Ia menyesali perbuatannya di masa lalu dan merasa dirinya telah menjadi manusia yang tidak berguna. Ia merasa tidak memiliki apa-apa lagi yang berharga dalam hidupnya dan hidupnya hanya diisi dengan rasa sakit dan penderitaan. Namun, ia juga menyadari bahwa ia masih memiliki waktu untuk memperbaiki dirinya dan menebus kesalahan-kesalahannya di masa lalu.

B. Pesan Moral Tembang Macapat Pangkur

Melalui cerita yang terkandung dalam tembang Macapat Pangkur, terdapat beberapa pesan moral yang sangat penting.
  • Pertama, tembang ini mengajarkan kita tentang pentingnya menghargai waktu dan menghindari penyesalan di masa depan. Kita harus selalu berusaha memanfaatkan waktu yang ada dengan baik dan memperbaiki diri agar tidak menyesal di kemudian hari.
  • Kedua, tembang ini mengajarkan tentang pentingnya memiliki kesadaran diri dan kebijaksanaan dalam bertindak. Kita harus selalu mempertimbangkan konsekuensi dari setiap tindakan yang kita lakukan dan berusaha untuk bertindak dengan bijaksana.
  • Ketiga, tembang ini mengajarkan tentang pentingnya menyesuaikan diri dengan perubahan. Kita harus selalu siap menghadapi perubahan dan berusaha untuk menyesuaikan diri agar dapat selalu berkembang dan maju.

Kesimpulan Tembang Macapat Pangkur

Tembang Macapat Pangkur adalah karya sastra tradisional yang memiliki makna dan pesan moral yang sangat dalam. Dalam tembang ini, terdapat pelajaran yang berharga tentang kebijaksanaan, kesadaran diri, dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Oleh karena itu, tembang ini dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi kita untuk selalu memperbaiki diri dan menghindari penyesalan di masa depan.

10. Tembang Macapat Megatruh

Sekar Macapat Megatruh: Menyadarkan Pentingnya Kebaikan dalam Kehidupan Azali Abadi.
Tembang Macapat Megatruh, salah satu tembang dalam kesusastraan Jawa yang membahas tentang kebenaran kehidupan azali abadi. Megatruh sendiri bermakna putusnya nyawa dari raga, di mana ajal akan tiba secara tiba-tiba tanpa ada peringatan. Oleh karena itu, sebagai manusia, kita harus selalu memperbaiki diri agar dapat menggapai kemuliaan sejati dalam kehidupan yang azali abadi.
    • Kebaikan sebagai Penentu Kemuliaan Hidup
      • Dalam kehidupan fana, seringkali manusia terjebak dalam kesibukan dan kepentingan dunia semata, sehingga mengabaikan pentingnya melakukan kebaikan kepada sesama. Namun, pada saat ajal tiba, manusia baru menyadari betapa pentingnya kebaikan dalam hidupnya.
      • Dalam Sekar Macapat Megatruh, terdapat kutipan “Duh Gusti, jadi begini, kenapa diri ini sewaktu masih muda hidup di dunia fana, sewaktu masih kuat dan bertenaga, namun tidak melakukan kebaikan kepada sesama”. Kutipan ini menyadarkan kita betapa pentingnya melakukan kebaikan di masa muda kita, agar pada akhirnya dapat memperoleh kemuliaan sejati dalam kehidupan yang azali abadi.
    • Penyakit Hati sebagai Penghalang Kemuliaan Hidup

Sekar Macapat Megatruh juga mengungkapkan betapa merugikannya penyakit hati dalam kehidupan manusia. Manusia seringkali terjebak dalam perasaan benci, iri hati, dan dengki, sehingga menyebabkan keburukan dalam tindakannya. Keburukan tersebut selalu dianggap sebagai bentuk pembelaan diri, padahal sebenarnya keburukan tersebut hanya merugikan diri sendiri.

Kesimpulan Tembang Macapat Megatruh

Tembang Macapat Megatruh mengajarkan kita pentingnya melakukan kebaikan di masa muda kita, agar pada akhirnya dapat memperoleh kemuliaan sejati dalam kehidupan yang azali abadi. Kita harus selalu memperbaiki diri dan menjaga hati kita dari perasaan benci, iri hati, dan dengki agar dapat meraih kemuliaan hidup yang sejati. Dalam kehidupan ini, kita harus selalu ingat bahwa kebaikan adalah kunci dari segala kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup kita.

11. Tembang Macapat Pocung

Tembang Macapat Pocung, salah satu tembang macapat yang memiliki kedalaman makna yang mendalam dan kecantikan lirik yang memikat hati. Melalui tembang Pocung, kita diajak untuk merenung dan merenungi tentang makna kematian, kehidupan, dan keabadian.

Makna Kematian dalam Tembang Macapat Pocung

Pocung atau pocong, dalam tembang ini, diartikan sebagai orang yang telah meninggal dunia dan dibungkus dengan kain kafan. Kematian bagi orang yang baik dianggap sebagai kelahiran kembali, di mana ia merasa lega dan bebas dari segala penderitaan dunia. Rasa bahagia yang mengiringi saat seseorang meninggal, seakan membasuh dahaga yang selama ini dirasakan saat hidup. Pocung juga menandakan batas antara kehidupan fana dan kehidupan yang abadi.
    • Makna Kehidupan dan Keabadian

Dalam tembang Pocung, kita diajak untuk merenung tentang arti kehidupan dan keabadian. Kehidupan yang fana dan sementara di dunia ini hanya sementara, namun kehidupan yang abadi ada di alam yang lain. Kita akan berkumpul lagi dengan para leluhur di alam yang abadi setelah meninggal dunia. Hal ini memberikan penghiburan bagi kita bahwa kehidupan kita tidak hanya berhenti sampai di sini saja.

    • Kecantikan Lirik dan Laras Slendro Pathet Manyura

Tembang Pocung memiliki lirik yang indah dan menyentuh hati. Melalui laras slendro pathet manyura, tembang ini menjadi lebih lembut dan menyentuh. Kombinasi antara titilaras dan cakepan juga menambah keindahan liriknya. Tembang Pocung memiliki sifat mawas diri dan reflektif, sehingga membuat kita merenungi dan memikirkan tentang makna kehidupan.

Kesimpulan Tembang Macapat Pocung

Tembang Macapat Pocung mengajarkan tentang makna kematian, kehidupan, dan keabadian. Melalui keindahan lirik dan laras slendro pathet manyura, tembang ini mengajak kita untuk merenungi dan merenung tentang arti kehidupan. Tembang Pocung memiliki sifat mawas diri dan reflektif, sehingga sangat bermanfaat untuk mengembangkan diri dan memperkaya pengetahuan kita.

Penutup 11 Jenis Tembang Macapat

11 Tembang Macapat adalah jenis puisi tradisional Jawa yang terdiri dari berbagai jenis, seperti Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanti, Asmarandana, Gambuh, Dhandhanggula, Durma, Pangkur, Megatruh dan Pocung. Masing-masing tembang Macapat memiliki makna dan tema yang berbeda, namun semuanya memberikan gambaran tentang perjalanan hidup manusia.
<a href="https://www.pshterate.com/"><img src="Penutup 11 Jenis Tembang Macapat.jpg" alt="11 Tembang Macapat"></a>
Dalam keseluruhan, Tembang Macapat menjadi simbol penting dari warisan budaya tradisional Jawa, dan dapat menjadi sumber inspirasi dan pengetahuan bagi pembaca tentang kearifan lokal dan perjalanan hidup manusia. Oleh karena itu, sangat penting untuk terus memelihara dan melestarikan 11 Tembang Macapat sebagai bagian penting dari warisan budaya Indonesia.

Populer

Flashnews