Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT

Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT

Posted on

Profil Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Eyang Suro

Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT

Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo 3 Pasang Setia Hati

Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo, atau juga dikenal dengan panggilan Eyang Suro selaku figure pendiri Persaudaraan SETIA HATI, sebuah saluran pencak silat yang paling di enggani di dunia persilatan di Indonesia. Ki Ngabehi Soerodiwirdjo membangun Setia Hati yang menurunkan banyak Organisasi Pencak Silat salah satunya Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo, Setia Hati Organisasi (PB PSH 1932), Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT 1922), dan ada banyak kembali organisasi dan perguruan pencak silat yang mengaku jika tuntunannya baik tehnik (Jurus) dan kerohaniannya mengambil sumber dari SETIA HATI yang dibangun oleh Ki Ngabehi Soerodiwirdjo.

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-dengan-Siswa-Didik-Memperagakan-Silat.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Ki Ngabehi Soerodiwirdjo dengan Siswa Didik Memperagakan Silat

Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo namanya kecil Muhammad Masdan, lahir di hari Sabtu Pahing pada tahun 1869 di Daerah Sedayu Usang, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Beliau sebagai putra pertama Ki Ngabehi Soeromihardjo yang bekerja sebagai seorang mantri cacar di Daerah Ngimbang, Kabupaten Jombang. Ki ngabehi Soeromihardjo ialah saudara keponakan RAA Soeronegoro (Bupati Kabupaten Kediri pada waktu itu). Ki Ngabehi Soerodiwirdjo ialah putera pertama dan memiliki 4 orang adik yakni Sdr. Noto Alias Gunari di Kabupaten Surabaya, Sdr. Suradi di Kabupaten Aceh, Sdr. Wongsoharjo di Kabupaten Madiun, dan Sdr. Kartodwiryo di Kabupaten Jombang.

Keluarga figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo yang biasa disapa Eyang Suro memiliki garis keturunan seorang Bupati dari daerah Kabupaten Gresik, Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo, putra Prabu Brawijaya V, Raja Kerajaan Majapahit yang paling akhir (1468-1478).

Deskripsi Umum Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-2.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Ki Ngabehi Soerodiwirdjo bersama Siswa Pelajar Didiknya

Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo memiliki tubuh kecil, rapuh yang memiliki arti ringkih (renceh dalam Bahasa Minang). Saat lagi muda dia termasuk mahir, ganteng, warna kulitnya cukup kehitaman, Hidung mancung dan penglihatan matanya benar-benar tajam.

Dia memiliki kecerdaasan yang hebat. Bagaimana tidak? Cuma orang genius yang sanggup lakukan penyelarasan beberapa ratus jurus dari beberapa puluh mekanisme atau saluran pencak silat dari beragam wilayah, yang selanjutnya diringkas jadi 36 jurus saja.

Figure seorang Ki Ngabehi Soerodiwirdjo tidak menyenangi brute geweld atau kemampuan yang sembarangan yang kejam. Dia lebih suka memakai akal dibanding okol (kemampuan tenaga tubuh). Beberapa orang atau masyarakat di luar lingkungan Setia Hati yang sempat berjumpa langsung dengan beliau menjelaskan secara jujur ke beberapa saudara Setia Hati, begitu iri hati mereka pada beberapa saudara Setia Hati karena tidak rasakan kebahagiaan mendapatkan pimpinan dari Ki Ngabehi Soerodiwirdjo. Mereka bukan saja tertarik dengan permainan pencaksilatnya, tapi juga karakter beliau sebagai manusia dan pimpinan.

Ki Ngabehi Soerodiwirdjo figure ini memiliki istri namanya Ibu Sariyati Soerodwiryo di tahun 1905. Saat sebelum menikah dengan Ibu Sariyati Soerodiwirdjo, Ki Ngabehi Soerodiwirdjo menikah dengan seorang wanita dari wilayah Padang, Sumatera Barat. Namun pernikahan itu tidak berjalan lama. Hasil dari pernikahan yang ke-2  yakni dengan Ibu Sariyati Soerodiwirdjo, memiliki lima orang anak ( 3 putera dan 2 puteri ) namun ke-5 anak itu wafat saat kecil.

Seorang figure sesepuh Ki Ngabehi Soerodiwirdjo termasuk orang yang sabar, berakhlak tinggi, penuh kasih-sayang, menghargai sama-sama, cermat, jeli, dan cermat. Jika dibutuhkan dapat melakukan tindakan tegas, terutama bila tersangkut konsep atau hal dasar, Dia tidak bisa di bengkokkan.

Dalam pertemanan dalam masyarakat, beliau benar-benar disegani. Menurut etika-etika Jawa, Dia telah Mungguh atau patut jadi guru, meskipun dia sendiri tidak sukai disebutkan guru. Di kelompok Setia Hati beliau lebih sukai disebutkan saudara tua. Panggilan yang populer ialah oude heer, yang maknanya saudara paling tua. Panggilan ini sudah ada, saat sebelum tahun 1920.

Figure dan Karakter Ki Ngabehi Soerodiwirdjo

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-Setia-Hati-Mata-Cekung.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Setia Hati Mata Cekung

Kasih sayang pada sesamanya tinggi, sesuai apa yang diberikannya pada tiap siswa pelajar, cermat dalam semua tindak, jeli, tetapi juga tegas. Sebagai guru, Beliau memang mungguh atau patut, tapi beliau tidak ingin dikatakan sebagai Guru; Pintar dengan bahasa Madura, Minang, dan Sunda; terkecuali mempelajari agama Islam, ilmu pengetahuan agama lainpun didalaminya juga.

Dalam beberapa hal, selalau “ya” terkecuali yang prinsipal dan sekali ngomong “tidak” karena itu semua pelajar tidak ada yang berani menentang kembali – Dalam ilmu pengetahuan spiritual tidak memberi suatu hal sebelumnya ada pertanyaan, “camah” jika ditonjoltonjolkan.

  • Jawabnya selalu “cekak aos” jika ditanya;
  • Rambutnya panjang “kadal menek”, kelak di tahun 1924 baru dicukur;
  • Beliau tahan tidak tidur, terlebih jika hadapi saat penting (wiridan), maka dari itu matanya cengkung dan penglihatannya tajam.

Kisah Perantauan Figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo

 

Lukisan Ki Ngabehi Soerodiwirdjo

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-Lukisan-0.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Kab. Jombang, Prov. Jawa Timur Tahun 1883 hingga 1885

Figure seorang Ki Ngabehi Soerodiwirdjo datang dari kelompok masyarakat feodal/ningrat yang bisa mengenyam pengajaran di periode penjajahaj Belanda. Sesudah tiga tahun mengenyam pengajaran di Sekolah Rakjat, beliau lulus di tahun 1883 di umur 14 tahun. Selanjutnya diambil putra oleh pamannya (yang memegang sebagai Wedana di Wonokromo,dan berpindah jadi Wedana di Sedayu, Usang)

Di tahun 1884 yakni pas berumur 15 tahun beliau turut seorang kontrolir belanda dan di karyakan (magang) sebagai seorang juru catat/klerk dan tinggal serumah bersama Si Kontrolir. Sehabis pulang kerja dia diserahi pekerjaan mengasuh putra Si Kontrolir yang kecil.

Dia magang tanpa upah, tetapi mendapatkan makan dan baju. Malam harinya dia mengaji agama islam di Mushola Nggedang, Pondok Pesantren Tambak Beras, tidak jauh dari rumahnya. Selainnya mengaji, dia latihan pencak silat bersama teman-teannya. Semenjak itu nampaklah ketertarikannya pada pencak silat. Saat itu Pondok Pesantren Tambak Beras dipegang oleh dua orang guru, yakni Kyai Sa’id dan Kyai Usman.

Kab. Bandung, Prov. Jawa Barat Tahun 1885 hingga 1886

Pada tahun 1885 beliau berpindah ikuti Tuan Kontrolir ke Bandung. Di wilayah Priangan ini beliau manfaatkan waktu senggangnya untuk menambahkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan pencak silat (Sunda:Maenpo) dari beberapa pendekar.

Karena talenta, tekad keras, kepandaian, berpikir cepat, dalam kurun waktu satu tahun dia sanggup mengumpulkan gerak pokok beragam saluran pencak silat, seperti Cimande (Bogor), Ciampea (cabang saluran Cimande), Cikalong (Cianjur), Sumedangan, Cipecut (cabang saluran Cimande), Cibaduyut (Bandung), dan Cimalaya (Karawang).

Dahulu di Batavia/ sekarang Ibu Kota Jakarta Tahun 1885 hingga 1887

Pada tahun 1886 figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo ikuti Tuan Kontrolir berpindah ke Batavia (saat ini Jakarta). Beliau ada di kota Batavia cuman satu tahun, tapi bisa menggunakan waktun senggangnya untuk menambahkan pengetahuan ilmu dalam pencak silat (Betawi:Maen Pukulan) yakni: Betawen, Kwitang, Monyetan dan Toya.

Pencak Silat Betawi oleh orang Betawi disebutkan dengan Maen Pukulan, tidak mengenali istilah jurus. Yang ada ialah strategi gerak tehnik beladiri. Maen Jam mengutamakan dalam permainan tehnik tangan dan kuda-kuda yang kuat, dan jarang-jarang sekali elakukan sepakan. Keunikan maen pukulan ialah tehnik Bandul yang disebutkan wujud permainan lonceng sikat Betawi.

Permainan Monyetan sebagai saluran Maenpo Sunda selainnya Pamacan (Pencak Harimau), ada pada beladiri China. Beladiri Kwitang, Monyetan dan Toya sebagai sisi beladiri yang dari Shaolin, Tiongkok. Beladiri Kwitang yang didalami Ki Ngabehi Soerodiwirdjo sebagai wujud beladiri Kuntao pada warga Tionghoa.

Kab. Bengkulu, Prov. Sumatera Tahun 1887 (selama 6 Bulan)

Pada tahun 1887, Ki Ngabehi Soerodiwirdjo figure ini yang waktu itu berumur 18 tahun dari Batavia berpindah ke Bengkulu ikuti Tuan Kontrolir berpindah pekerjaan ke sana, di Kota Bengkulu permainanya lebih kurang sama dengan di Provinsi Jawa Barat, selang 6 bulan selanjutnya beliau berpindah ke Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Di sini beliau diangkat sebagai Pendamping Residen Masih tetap.

Kab. Padang, Prov. Sumatera Barat Tahun 1887 hingga 1898

Di Padang dan Sekelilingnya (Padangsche Benedenlanden/Padang Hilir), figure seorang Ki Ngabehi Soerodiwirjo berpeluang menyaksikan dan pelajari permainan pencak silat yang paling berlainan di Jawa Tiur, Jawa Barat dan Batavia. Dari wilayah itu salah satunya gurunya ialah Datuk Rajo Batuah. Datuk Rajo Batuah sebagai guru pertama kalinya di wilayah Sumatera Barat, dari gurunya beliau mendapat bermacam wujud silat (Minang:Silek) dari beragam wilayah di Minangkabau.

Pada usia 28 tahun (Tahun 1897) beliau jatuh hati ke seorang gadis Padang. Puteri dari pakar spiritual yang berdasar agama Islam (Tasawuf). Untuk menyunting gadis ini beliau harus penuhi bebana, dengan jawab pertanyaan dari gadis pujaannya yang mengeluarkan bunyi “SIAPAKAH SESUNGGUHNYA MASDAN” dan “SIAPAKAH SESUNGGUHNYA SAYA INI ?” (gadis idola itu ?). Karena beliau tidak bisa jawab pertanyaan itu berdasar pemikirannya sendiri, karena itu beliau berguru ke seorang pakar Spiritual yang namanya Nyoman Ida Gempol. Ialah seorang Punggawa Besar dari Kerajaan Bali yang di buang Belanda ke Sumatra (Padang), dan dikenali bernama Raja Kenanga Mangga tengah.

Pada akhirnya bebana yang disuruh gadis idola beliau bisa dijawab, dengan memakai pengetahuan ilmu dari Raja Kenanga Mangga tengah barusan. Dengan begitu beliau sukses menyunting gadis Padang, putri dari pakar Tasawuf. Dari pernikahan ini, beliau belum sukses memperoleh turunan.

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-4.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Ki Ngabehi Soerodiwirdjo berpose melangsungkan Sambung Siwa Didiknya

Sepanjang 11 Tahun mengangsu ilmu pengetahuan Silek di bawah tuntunan Datuk Rajo Batuah, sekalian menelusuri wilayah di Provinsi Sumatera Barat dari pesisir (selatan) ke Darek (utara), atau Minangkabau Hulu ke Minangkabau Darat. Tidaklah aneh bila dia kuasai dan ketahui benar beberapa jenis dasar permainan pencak silat di Provinsi Sumatera Barat periode itu. Salah satunya:

  • Silat Bungus yang lokasinya disamping timur Kota Padang di selatan dermaga Teluk Bayur;
  • Silat Pariaman (silek ulu ambek dan sunnue);
  • Silat Padang Panjang (Silek tuo);
  • Silat Padang Sidempuan (Silek Kuda Batak);
  • Silat Padang Pesisir/Surantih (Silek Bayang);
  • Silat Bukittinggi (Fort De Kock)/Sterlak/Taralak;
  • Silat Kota Gadang;
  • Silat Batusangkar (Silek sungai patai, serupa dengan silek Sterlak dan Silek Lintau)
  • Silat Payakumbuh (Silek Kumango);
  • Silat Maninjau (Silek Tuo);
  • Silat Solok (Silek Sungai Pagu);
  • Silat Singkarak (Silek Tuo Tapak Putih);
  • Silat Lubuk Sikaping (Sterlak Bonjol);
  • Silat Padang Pariaman (Silek Pauh);
  • Lhok Seumawe, Aceh (1898-1900).

Pada tahun 1898 , beliau bersama istrinya ke Aceh, dan berjumpa adiknya (Soeradi) yang memegang sebagai Kontrolir DKA di Lho Seumawe. Pada tempat ini Ki Ageng Soerodiwirdjo berguru ke Tengku Ahmad Mulya Ibrahim. Dia belajar perdalam tuntunan kebathinan kepadaTengku Cik Bedaya (Figure Ulama dari Bedaya, Pidie)

Dari wilayah Kota Aceh Utara ini Ki Ngabehi Soerodiwirjo mengumpulkan dan kuasai permainan pencak silat Langsa, Perpersilangan, Kucingan, Binjai dan Tarutung.

Kota Batavia dan Kota Bandung Tahun 1900 hingga 1901

1900 Figure sesepuh Ki Ngabehi Soerodiwirdjo kembali lagi ke Betawi bersama isteri, dan beliau bekerja sebagai Masinis jalankan Stoom Wals. Di sini rumah tangga Ki Ngabehi Soerodiwirjo alami kemelut, sampai pada akhirnya memilih untuk berpisah, di mana bekas istri Ki Ngabehi Soerodiwirjo kembali lagi ke Padang, dan beliau sendiri selanjutnya berpindah ke Bandung.

Penjelasan Berdirinya Persaudaraan Setia Hati pada Tahun 1903 hingga 1944

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-3.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Ki Ngabehi Soerodiwirdjo berfoto bersama Siswa Didiknya

Diawali pada tahun 1902 figure Ki Ngabehi Soerodiwirdjo kembali lagi ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota polisi dengan pangkat mayor polisi. Di Surabaya beliau dikenali keberaniannya dalam memberantas kejahatan. Selanjutnya beliau berpindah ke Ujung, di mana umum terjadi kerusuhan di antara beliau dengan pelaut-pelaut asing.

Tahun 1903 di wilayah tambak Gringsing untuk pertama kalinya Ki Ageng Soerodiwirdjo membangun perkumpulan sebelumnya diberi nama ‘SEDULUR TUNGGAL KECER” dan permainan pencak silatnya namanya ” DJOYO GENDILO TJIPTO MOELJO” di tanggal 10 April 1903 (Jumat Legi, 12 Suro 1323).

1905 Untuk ke-2  kalinya beliau mengadakan pernikahan dengan Ibu Sarijati yang waktu itu berumur 17 tahun, dan didapat putera dari pernikahannya sekitar 3 (tiga) orang putera dan 2 (dua) orang puteri, di mana semua wafat saat masih kecil.

Kisah berjalan pada tahun 1912 Beliau stop dari Polisi Dienar bertepatan dengan melimpahnya rasa berkebangsaan Indonesia, yang diawali semenjak tahun 1908. Beliau selanjutnya ke Tegal dan turut seorang paman dari mendiang saudara Apu Suryawinata, yang memegang sebagai Opzichter Irrigatie.

Hingga pada tahun 1914 Beliau balik lagi ke Surabaya dan bekerja pada D.K.A. Surabaya. Seterusnya beliau berpindah ke Madiun di Magazijn D.K.A. dan tinggal di Dusun Winongo Madiun.

Namun di tahun 1917 nama itu berbeda, dan berdirilah pencak silat PERSAUDARAAN SETIA HATI, (SH) yang terpusat di madiun arah perkumpulan itu salah satunya, supaya beberapa anggota (masyarakat) nya memiliki rasa Persaudaraan dan personalitas Nasional yang kuat karena pada waktu itu Indonesia sedang di jajah oleh bangsa belanda. Selanjutnya pada tahun 1933 Beliau pensiun dari kedudukannya dan tinggal di dusun Winongo Madiun.

Dan pada akhirnya di tahun 1944 Beliau memberi pelajaran yang paling akhir di Balong Ponorogo Selanjutnya beliau jatuh sakit dan pada akhirnya meninggal dunia di hari Jum’at Legi 10 November 1944 jam 14:00 (Bulan Selo tanggal 24 tahun 1364 H), di dalam rumah tempat tinggal beliau di Winongo. Disemayamkan di Pesarean Winongo dengan Kijing batu nisan granit, dan dikitari bunga melati.

Makam Ki Ngabehi Soerodiwirdjo

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Makam-Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Lukisan Ki Ngabehi Soerodiwirdjo

<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi Soerodiwirdjo-Lukisan-1.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>
<a href="https://pshteratemas.blogspot.com/"><img src="Ki-Ngabehi-Soerodiwirdjo-Lukisan.jpg" alt="Ki Ngabehi Soerodiwirdjo Induk Ilmu PSHT"></a>

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *